Rabu, 25 Juni 2014

THE LADY: Wanita di Balik Demokrasi Myanmar

THE LADY: Wanita dibalik demokrasi Myanmar
Judul Film    : the Lady
Sutradara     : Luc Besson
Pemain         : Michelle Yeoh,  David Thewlis, Jonathan Woodhouse
Produksi       : Europa Corp
Durasi           : 135 menit
Genre           : Drama Biografi


The Lady merupakan sebuah film garapan sutradara Luc Besson yang diangkat dari kisah nyata Aung San Suu Kyi, seorang pejuang wanita Myanmar yang bersikeras menegakkan demokrasi di negerinya. Cerita dalam film the Lady ini diawali dengan kisah masa kecil Aung San Suu Kyi sebelum sang ayah, Jenderal Aung San, ditembak mati bersama beberapa pimpinan Myanmar dalam suatu rapat kabinet pada tahun 1947. Insiden itu terjadi hanya beberapa saat setelah Inggris memberikan kemerdekaan pada Myanmar.
Kemudian cerita berlanjut pada kehidupan Suu Kyi di Oxford bersama suaminya yang berkewarganegaraan Inggris, Dr. Michael Aris, yang merupakan seorang peneliti kebudayaan Tibet dan Himalaya, dan kedua anaknya Alexander dan Kim. Namun karena Suu Kyi mendapat telepon yang mengatakan bahwa ibunya di Myanmar sedang sakit, maka ia memutuskan pulang ke Myanmar  selama beberapa minggu untuk mengurus ibunya dan terpaksa meninggalkan suami beserta kedua anaknya di Oxford. Setibanya di Myanmar, Suu Kyi merasa sangat prihatin dengan konflik yang terjadi di Myanmar karena kejamnya rezim milliter pada saat itu. Terlebih saat ia melihat dengan mata kepalanya sendiri seorang tentara militer dengan mudahnya melepaskan senapan pada wrga sipil. Hal inilah yang kemudian membuat semangat Suu Kyi bangkit untuk menegakkan demokrasi di Myanmar.
Aung San Suu Kyi memutuskan untuk bergabung dalam sebuah partai oposisi Myanmar, Liga Nasional Demokrasi, sekaligus ia sebagai pemimpin partainya. Keputusannya ini sangat disambut baik oleh masyarakat Myanmar karena masyarakat Myanmar percaya bahwa Aung San Suu Kyi yang merupakan anak dari Aung San mampu menjadi pemimpin bangsa Myanmar ditengah konflik yang dialami Myanmar pada msa itu, dan Suu Kyi juga dipercaya akan membawa pengaruh baik pada Myanmar seperti yang dilakukan oleh ayahnya. Dalam film berdurasi 135 menit ini digambarkan secara terperinci bagaimana perjuangan Suu Kyi dalam menciptakan demokrasi di Myanmar, dari mulai pidato pertamanya  yang mendapat sambutan dari ribuan pendukung, hingga kampanye yang ia lakukan hingga ke desa-desa dan suku-suku di Myanmar. Suu Kyi tidak sendirian, karena dia memiliki banyak pendukung yang setia, terlebih suaminya, Michael Aris, yang rela mengorbankan waktunya dengan Suu Kyi demi mendukung Suu Kyi. Tidak hanya berkorban waktu, Michael Aris juga berperan dalam kampanye Suu Kyi karena ia lah yang membuat dan memperbanyak pamflet kampanye partai Suu Kyi. Bahkan anak-anak Suu Kyi pun turut mendukung Suu Kyi dalam menciptakan demokrasi di Myanmar. Kedua anak dan suaminya sengaja menyusun dokumen yang berisikan aksi-aksi yang dilakukan Suu Kyi dalam menciptakan demokrasi Myanmar di tengah konflik hingga akhirnya Suu Kyi mendapat hadiah Nobel Perdamaian.
Usaha Aung San Suu Kyi dalam menciptakan demokrasi di Myanmar ternyata mendapat perlawanan yang cukup besar dari junta militer yang dipimpin oleh seorang diktator, Jenderal Tan Shwe. Jenderal Tan Shwe melakukan perlawanan karena dia khawatir bahwa kekuasaan Myanmar kelak akan jatuh ke tangan Suu Kyi. Bentuk perlawanan yang diberikan Tan Shwe berupa larangan berkampanye hingga suatu ketika Aung San Suu Kyi mengalami nasib yang serupa seperti ayahnya yaitu dihadapkan dengan senapan dikeningnya. Tokoh Aung San Suu Kyi yang diperankan oleh Michelle Yeoh dalam film the Lady ini memang memiliki sifat pantang menyerah dan keras kepala, dan hal inilah yang membuat tentara militer pada saat itu merasa tidak tega untuk menembak mati Suu Kyi.
Kegigihan yang dimiliki Suu Kyi ternyata bukanlah hal yang sia-sia, terbukti dalam kemenangannya dalam Pemilu Myanmar pada tahun 1990. Namun hasil dari pemilu itu tidak pernah diakui oleh junta militer sehingga menempatkan Suu Kyi sebagai tahanan rumah selama 15 tahun. Selama 15 tahun Suu Kyi tidak diperbolehkan keluar rumah, bahkan untuk menemui pendukungnya pun dia hanya diperbolehkan melihatnya dengan memanjat pagar rumah. Keprihatinannya bertambah ketika dia dihadapkan pada kebebasan yang mengharuskan ia memilih antar keluarga ataukah negara. Pada saat itu Suu Kyi merasa sangat bingung dan akhirnya dia memilih untuk bertahan di Myanmar. Atas pilihannya tersebut, Suu Kyi tidak dapat bertemu dengan keluarganya. Bahkan saat suaminya meninggal karena kanker di rumah sakit di Oxford pun Suu Kyi tidak dapat hadir.
Film The Lady dibuat dalam durasi yang lebih panjang dari kebanyak film. Tapi adegan demi adegan yang disuguhkan Luc Besson selama 135 menit sama sekali tidak membosankan. Tidak ada scene yang tak berarti atau hanya membuang waktu saja. Bahkan beberapa babak membuat penonton semakin penasaran akan riwayat Suu Kyi. Terlebih teknik pengembilan gambar dari film yang rilis pada September 2011 di Toronto Film Festival ini yang dikemas secara apik dan penuh dengan makna yang tersirat yang membuat penonton terbawa dalam suasana perjuangan demokrasi Myanmar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar